KAWAH CANDRADIMUKA
Candradimuka/can·dra·di·mu·ka/ n 1 kl kawah di kayangan (dalam pewayangan); 2 ki tempat penggemblengan diri pribadi supaya kuat, terlatih, dan tangkas
Aku menjuluki nya kawah Candradimuka.
Bukan sekadar manusia sungguhan yang datang menggembleng aku, namun pula kesalahan-kesalahan yang ku torehkan. Bukan tak kecil dampak buruk yang ku tinggalkan di kawah ini. Itu lah yang membuat aku sangat bersyukur diberikan tempat indah oleh Tuhan untuk menjejakkan dua kaki bodoh ku yang tak tau harus melangkah kemana dan bagaimana.
Dengan bangga ku perkenalkan kepada para pembaca sekalian, Unit Budaya Lampung (Ubala) ITB.
Acara Welcoming Mahasiswa Baru
~ Langkah Awal
Kisah ini dimulai ketika seorang Prasetya Siregar, lulusan SMAN 3 Metro, mengejar mimpi nya ke kampus gajah di Kota Bandung. Dengan lulus melalui jalur tulis, ia berhak menggali ilmu di Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, fakultas timur jauh ITB. Pasca sidang terbuka di Sabuga, mahasiswa/i asal lampung dikumpulkan jadi satu dan diarahkan oleh kakak tingkat ke TVST menggunakan panji berlambang siger sebagai ciri khas Lampung. Sesampai nya di TVST, kami semua mengadakan acara perkelanan dengan posisi duduk melingkar dilanjutkan dengan kampus tour.
Relasi tentu sangat diperlukan, terlebih Pras muda juga tak ada barang satu kerabat pun di bumi Pasundan ini. Akan sangat bagus jika aku mendaftarkan diri ku bergabung di unit ini pada acara Open House Unit.
Semua berjalan lancar, aku mengira organisasi ini tak ubahnya seperti organisasi yang aku ikuti semasa SMA. “Ah, mungkin hanya lebih strict saja”, begitu bunyi pikiran ku. Di posisi ini, aku bisa dibilang benar, kecuali pada satu hal. Yaitu proses kaderisasi nya.
Tak pernah terbayang oleh anak berdarah Batak ini bahwa untuk masuk organisasi budaya saja, kami seangkatan harus diteriaki dan dimarahi oleh para kakak tingkat. Dengan kedua tangan menyelinap dibalik saku jaket merah tua, mereka pasang wajah (sok) tegas dan melontarkan kata-kata ketus pada kami. “SERIUS GAK KAMU MAS!!” adalah frasa yang membekas bagi kami dan tak jarang kami jadikan bahan candaan. Kami dimarahi dengan name-tag yang terikat menggunakan raffia biru, tas berisi minum, tolak angin, madurasa, ponco tidak kotor (benar-benar tidak ada noda), senter, jaket non-itb, sepatu bertali, dan kaus kaki di atas mata kaki.
Typical Day Kagangapa (1)
Terlepas dari “aneh” nya cara mereka mengkader kami, aku tetap mengapresiasi isi dari Kagangapa (Kaderisasi Keluarga Dengan Semangat Pelestarian Budaya) 2017. Dan di sinilah dimulai nya pembelajaran ku di Kawah Candradimuka ini. Hal pertama yang ku pelajari adalah kepedulian. Kami belajar untuk peduli terhadap sesama. Kami harus tau identitas diri satu angkatan. Kalau ada teman yang absen atau sakit, kami harus tau sakit apa dan kondisi nya bagaimana. Kalau ada yang belum kelar tugas nya, sudah hal wajar bagi kami untuk saling bantu-membantu. Personalia (cek kehadiran) akan selalu dibahas sebelum day dimulai. Oleh karenanya, kami selalu menghafal nama-nama orang yang mangkir di tiap day. Kalau ada yang tidak tau kondisi teman nya, ia akan “dikondisikan” oleh massa barikade. Orang itu akan ditarik keluar barisan dan “diinterogasi” secara 4 mata. Namun tak jarang ada lebih dari 1 barikade yang mengondisikan. Di samping kepedulian, tentu ada hal lain yang kami pelajari seperti sejarah, struktur organisasi, visi, misi, serta Proker Ubala. Dan tak ketinggalan, Budaya Lampung itu sendiri. Puncak dari upaya pelestarian Budaya Lampung oleh kami, Ca-Ubala 2017, adalah pagelaran budaya. “Caubala’s Got Talent” dijadikan tema untuk malam pagelaran itu. “Sanak Mabog” (Sarana Aksi Malam Budaya Orang Lampung) dijadikan nama pagelaran budaya. Kami menampilkan tari-tarian, drama, dan nyanyian tradisional Lampung. Peran ku tak banyak, hanya mengiringi penyanyi menggunakan gitar.
Momen Sanak Mabog
Typical Day Kagangapa (2)
Tak terasa, September berada 2 bulan di belakang kami. Puncak dari Kagangapa sudah menanti kami dengan diam di sudut Kandom (Kandang Domba), tempat ikonik mahasiswa ITB untuk melantik anggota unit. Namun, pelantikan tak seindah yang dibayangkan. Suasana mencekam, horror, sedih, kesal, harus kami lewati terlebih dahulu. Tentu, kali ini massa yang hadir jauh lebih banyak dari day-day regular. Entah kenapa mereka begitu bersemangat untuk meneriaki kami. Malam pelantikan itu adalah malam yang alot. Dipenuhi dengan diskusi-diskusi sengit antara Caubala 2017 dengan sang Danlap yang sebenarnya hanya ingin mencari bukti bahwa kami sudah layak menjadi anggota biasa Ubala ITB. Di malam pembuktian itu, tentu tidak 100% dari kami berhasil memuaskan keinginan pada pengkader. Di situ lah argumentasi muncul ke permukaan. Kami harus mempertahankan anggota kami yang diancam untuk dipulangkan (tidak dilantik).
Akhirnya, SK (Surat Keputusan) dibacakan, pertanda bahwa kami dilantik. Waktu itu sudah larut malam, namun bulan masih menunjukan paras cantik nya. November, tanggal 10 tahun 2017 menjadi hari lahir Ubala 2017. Dengan bangga nya kami memakai jaket Ubala yang merah di luar namun biru di dalam.
Momen Pelantikan di Kandom (Kandang Domba)
Selepas pelantikan, Ubala 2017 disambut dengan dua acara besar yaitu Lampung Gham III dan BBU (Bulan Bakti Ubala) XIV. Pengalaman ku di LG III tak terlalu banyak dikarenakan aku hanya membantu operasional saja, tak memainkan peran apapun di hari-H. LG III sendiri menyajikan sebuah pentas Seni Drama Tari (Sendra Tari). Gedung yang cukup besar (Dago Tea House), live traditional music, acting yang memukau, alur cerita yang mengesankan, menjadi kepuasan tersendiri bagi kami massa Ubala. Adapun di BBU, semangat ini rasanya ber api-api. Terutama saat melakukan road show ke SMA ku tercinta. Di sana aku memotivasi adik-adik kelas untuk tidak takut melayangkan harapan menimba ilmu di kampus gajah. Namun, hingga aku lulus, tak ada adik tingkat ku yang menjejakkan kaki di ganesha. Setiap pengumuman SBMPTN dan SNMPTN, aku tak menjumpai nama SMAN 3 Metro. Sungguh disayangkan, namun apa boleh buat. Oiya, aku berperan sebagai staff divisi Pre-Event. Kadiv ku waktu itu adalah Kak Dwi Julianti (Kak Dwije). Kami meramaikan perhelatan akbar itu dengan membuat lomba-lomba kecil sebelum Try Out SBMPTN se-Lampung. Sangat seru tentunya bisa berkeliling mengunjungi SMA-SMA di Lampung serta membagikan sedikit cerita dan motivasi pada adik-adik tingkat.
Cuplikan Lampung Gham III
Momen Hari-H dan Roadshow BBU XIV
Rentetan petualangan terus menanti. Kini, Makrab (malam keakraban) menjadi ajang selanjutnya bagi Ubala 2017. Aku didapuk menjadi ketua Makrab kala itu. Padahal sebelumnya tiada niat terbesit untuk mencalonkan diri. Nasi sudah menjadi bubur, maka tanggung jawab harus dilaksanakan sebaik mungkin. Proses yang cukup melelahkan. Mengonsep acara, mencari dana lewat ngedanus (jualan makanan di kelas), mencari angkot, membuat dekorasi, mencari villa, dll. Belum ditambah ke-keos-an di hari-H dimana kami ditegur sampai 3 kali oleh tetangga karena terlampau berisik. “Ya Namanya juga makrab pak” begitu dalam hati ku. Namun aku sedikit kesal karena massa Ubala tak menghiraukan saran ku untuk mengecilkan volume suara nya. Adapun ngedanus mungkin jadi momen yang paling menyebalkan. Betapa tidak, kami harus membawa kotak berisi aneka makanan (ada yang donat, sosis solo, atau pisang coklat) ke kelas dan menawarkan nya ke teman-teman kelas. Jika tak habis, terkadang kami membeli sendiri dagangan kami. Bahkan ada yang enggan berjualan, langsung bayar untung nya saja 🤣.
Momen Malam Keakraban 2018
Jika dirangkum, pelajaran yang aku dapat hingga saat ini tak jauh dari kata KEPEDULIAN dan KESUNGGUHAN. Adapun pelajaran berharga lainnya sudah menunggu aku di depan.
~Mendidik
Tiba masa nya dimana aku harus melanjutkan tongkat estafet dengan mendidik Caubala 2018. Peran ku adalah Kadiv Materi dan Metode. Bisa dibilang “dalang” dari seluruh rangkaian Kagangapa 2018. Aku dan tim merancang materi dan nilai apa yang harus diberikan pada Caubs (begitu kami menyebut nya) serta bagaimana cara yang tepat. Divisiku juga bertanggungjawab untuk menentukan apakah Caubs layak dilantik menjadi anggota biasa Ubala ITB. Di sinilah pertama kali aku mengenal Alur Berpikir. Metode “ribet” namun sangat berharga untuk dipelajari. Tugas yang berat bukan? Namun sungguh disayangkan, tak ada kepiawaian yang mumpuni dalam genggaman ku. Di sinilah aku mendapat pelajaran selanjutnya. TEAMWORK. Pikiran ku ini gagal menciptakan suasana koordinatif dalam internal divisi. Semua pekerjaan cenderung diambil oleh kedua tangan ku secara “rakus”. Dampaknya sangat masif. Dua diantaranya ialah kualitas draf Mamet yang kroco dan dibatalkannya audiensi nilai rapot Caubala pada j-1. Aku merasa bersalah kepada Ketua Kagangapa (Michael Tong), Kadiv Pengembangan Organisasi (Andre Kurnia Triputra), dan tentunya Kiyay Ubala (Kiyay Achmad Rafiq Alfaruqi). Ternyata dampak nya tidak berkesudahan di malam pelantikan Caubs 2018. Pasca malam itu, rasa ber-Ubala mereka (menurutku) perlahan mulai surut. Beberapa orang mulai skip-skip an forum. Sungguh sedih dan kecewa aku melihatnya. Memang tak semua salah ku. Tapi aku yakin, aku telah berperan besar dalam kasus ini. Jika ada massa Ubala 2018 yang membaca tulisan ini, aku hendak meminta maaf. Mungkin desain burukku di masa lalu yang membuat tidak adanya Calon Kiyay dari angkatan kalian.
Momen Mengkader Ca-Ubala 2018
~Eksekutor
Semasa aku menjadi Kadiv Mamet, aku mengambil peran di divisi Intrakampus. Kak Bill Hikmah waktu itu yang menjabat sebagai Kadiv ku. Di divisi ini aku bertugas untuk menjadi penghubung antara Ubala dengan unit-unit lain di dalam ITB. Tak jarang kami berkunjung dan menerima kunjungan dari unit budaya lain. Tak lupa ucapan selamat ulang tahun beserta kado kecil kami berikan pada unit yang sedang merayakan hari lahir nya. Di masa-masa ini, pelajaran yang aku dapat adalah KERJA YANG BENER! dan MANAJEMEN WAKTU.
Pasca setahun menjadi staff, sudah barang pasti Angkatan ku, Ubala 2017, melanjutkan tongkat estafet menjadi pengurus di Badan Pengurus dan Badan Perwakilan Anggota. Di kepengurusan ini, aku didapuk menjadi Kadiv Pengembangan Sumber Daya Anggota (PSDA). Tugas ku adalah menyelenggarakan pemilihan Ketua Kagangapa, OHU, BBU serta menjadi pengawas kepanitiaan-kepanitiaan tersebut. Divisi ku juga bertugas untuk menyiapkan wadah pengembangan diri anggota Ubala dalam hal kemampuan berorganisasi. Salah satu legacy yang kuberikan adalah penggabungan kepanitian Kagangapa dan OHU. Menurut ku, kedua kepanitiaan tersebut bisa digabung agar mengurangi jumlah forum di Ubala (pada saat itu, kehadiran massa dalam forum cukup rendah). Lagipula, divisi mamet juga bisa memantau para Caubs dari awal mendaftar hingga terlantik menjadi anggota biasa.
Namun sialnya, kesalahan lama terulang kembali. Aku jatuh di lubang yang sama. Aku gagal mengoordinasikan staf-staf ku agar jobdesc terbagi merata. Mungkin saat itu aku belum benar-benar sadar dan jera akan kesalahan terdahulu. Huftttt…
Saat menjadi Badan Pengurus, pelajaran penting yang aku dapat adalah MENGHARGAI. Aku sadar betapa sedih nya ketika acara yang kita susun dengan semangat ternyata tak dihadiri oleh banyak massa Ubala. Entah timing yang kurang pas, atau acara yang kurang menarik. Entahlah. Pelajaran ini aku bawa ke himpunan ku. Aku selalu mencoba untuk menghadiri proker-proker dari divisi lain.
Organogram BP Ubala ITB 2019/2020
~LAST PART ?
Pasca menjadi BP, aku mencoba memberikan pelajaran-pelajaran yang ku dapat ke para penerus ku. Berharap mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama. Walaupun tak hadir di semua forum Ubala, namun aku menghadiri forum-forum berbau pemilihan ketua, Pemilu, dan Kagangapa. Aku juga membagi pengalaman ku kepada adik-adik tingkat lewat dua “webinar”. Yang ku sampaikan di kedua acara tersebut hampir semua berasal dari pelajaran yang ku dapat di Ubala ITB.
Jika ku lihat ke belakang, sungguh Ubala memainkan peran penting dalam pengembangan diri ku. Tak tau apa yang harus ku ucapkan pada Kawah Candradimuka ini selain “Maaf dan Terimakasih”. Terimakasih sudah menjadi tempat tongkrongan kala menunggu kuliah dimulai, tempat bernyanyi ceria dan bermain game, tempat bersinggah kala tak tau mau ngapain lagi selepas kuliah usai, tempat nitipin barang, tempat latihan musik dan tari, serta tentunya saksi bisu perjuangan 4 tahun di ITB. Maaf sudah kujadikan “tempat bereksperimen” agar seonggok daging ini bisa berkembang lebih baik. Semoga Ubala selalu menjadi tempat berkembang yang bermanfaat bagi anggotanya, tempat bersatunya mahasiswa kampus gajah asal tanah Lampung, dan tentunya tempat melestarikan budaya Lampung. Tetap jaya selalu Ubala ku.
UBALA… LAJUPUN!!!
Terimakasih pada para pembaca yang sudah menyediakan waktu nya membaca tulisan ku ini. Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan.
~Prasetya Siregar
Angkatan Ku Tercinta, Ubala 2017