Posted on February 25, 2017
PERAYAAN ULANG TAHUN SAYA DI SEKRE
Sebagai anak TPB yang tidak memiliki pengalaman organisasi sebelumnya, saya tidak berpikir banyak ketika memutuskan untuk bergabung bersama UBALA ITB. Pikiran sebenarnya masih terfokus untuk memperoleh IP tinggi. Tentang pengalaman dalam bidang seni dan budaya, saya memang pernah belajar menari saat SMP dan SMA, namun sebatas pelajaran kelas saja. Kemampuan bermain alat musik juga seadanya. Namun mungkin karena saking seringnya ke sekre UBALA ITB, Kiyai Ubala 2009-2010 Kiyai Prabu mengangkat saya menjadi kadiv BRT, yang tanggung jawabnya adalah mengurusi sekre. Inilah kali pertama saya terlibat dalam organisasi yang serius. Tahun-tahun awal diisi dengan serunya berorganisasi, tampil menari pada Pagelaran Seni Budaya, Bulan Bakti Ubala (BBU), syukwis, dan sederet aktivitas seru lainnya. Saya semakin terpapar dengan kegiatan Ubala dan keinginan untuk berkontribusi mulai bertumbuh dan berkembang.
Sampai tiba saatnya saat itu pertengahan tahun 2011. Ubala ITB sedang asik-asiknya menunjukkan eksistensinya ke dunia. Kiyai Ubala ITB saat itu, Kiyai Yasir telah memasang target agar Ubala ITB tampil di Esplanade, Singapura. Kalau ke Singapura, pasti pernah lihat gedung yang berduri seperti durian. Kita pernah tampil di sisi outdoor tepat di dekat gedung itu. Di saat-saat latihan itu, jadwal kuliah cukup padat karena saya memberanikan diri mengambil 23 sks. Di saat yang sama, saya juga sedang mengambil kursus untuk memperdalam kemampuan bahasa Inggris. Di tengah jadwal hectic tersebut, ternyata panitia pemilu Ubala membuka pendaftaran kiyay baru UBALA ITB, dan saya memberanikan diri untuk mendaftar.
"Mengapa saya berani mendaftar? Mungkin karena dukungan sebagian kecil orang di dekat saya, atau mungkin untuk mencoba hal baru, atau mungkin ada keinginan untuk melangkah melewati batas-batas kemampuan diri, atau mungkin ada pula rasa ingin berkontribusi, atau mungkin kombinasi dari semua alasan tersebut."
Singkat cerita, setelah beberapa kali hearing, saya terpilih menjadi kiyai Ubala ITB. Setelah dilantik, terus apa? Tentu sebagai kiyai, tanggung jawab terbesar di dalam Ubala tentu ada di tangan kita. Kita seakan memiliki kewajiban untuk tahu segala sesuatu tentang UBALA, ada di sekre sesering mungkin, ada saat acara-acara internal dan eksternal Ubala, dan tentu kita adalah orang yang paling bertanggung jawab tentang maju atau tidaknya UBALA.
SERAH TERIMA JABATAN
"Apakah Ubala adalah tanggung jawab kiyay seorang diri? Tentu saja tidak. Tiap anggota dan tiap orang di Ubala tentu memiliki keinginan untuk berkontribusi."
Salah satu tanggung jawab terbesar Kiyai adalah bagaimana mengenal dan merangkul orang-orang tersebut dan kemudian bergerak bersama meraih suatu tujuan besar. Saya percaya bahwa organisasi akan menjadi besar jika anggotanya dapat bekerja bersama untuk meraih satu tujuan besar, sama seperti resultan vektor.
Di masa jabatan saya sebagai kiyai UBALA ITB, tentu ada beberapa cita-cita yang ingin Ubala raih. Di antaranya adalah mengenai pagelaran seni di internal ITB, hubungan eksternal, dan amandemen AD/ART Ubala ITB. Apakah semuanya berhasil diraih? Tergantung dari sisi mana kita melihat. Tapi kurang lebih, bisa dibilang target-target utama tercapai. Hubungan eksternal intrakampus dan ekstrakampus berkembang. Amandemen AD/ART juga berhasil dilakukan sehingga kita punya badan perwakilan anggota seperti sekarang. Ubala juga semakin sering tampil dan pada akhir kepengurusan akhirnya acara Lampung Gham berhasil diadakan.
Sepenggal klaim di paragraf di atas sebenarnya adalah kisah manis di ujung perjuangan panjang. Sepulangnya dari pentas di Singapura, transisi kepengurusan berjalan dan kegiatan UBALA berjalan. Aktivitas keseharian berjalan seperti biasa, dimulai dari main PES saban hari di sekre, main karambol, makan mie Udin, main futsal bareng Ubala, kepanitiaan BBU, dan sederet aktivitas lainnya. Di sisi lain, latihan menari juga sudah mulai dilakukan oleh divisi kesenian dan penampilan yang diketuai Imad, dan kepanitiaan revisi AD/ART mulai diisi dengan perwakilan angkatan yang ada di Ubala, dengan salah satu inisiator utamanya, yaitu Ridho Qurbany. Tidak lama setelah itu, kepanitiaan Lampung Gham dibentuk dengan Imad sebagai ketua panitianya.
Dengan banyaknya aktivitas di Ubala, ditambah jadwal kuliah dan praktikum yang sangat padat, saya terseok-seok menjalankan hari-hari. Ditambah lagi, Lampung Gham kali ini merupakan acara pagelaran pertama yang Ubala lakukan dalam beberapa tahun terakhir sehingga tentu belum ada kaderisasi kepanitiaan yang matang. Hal yang sama juga terjadi pada kepanitiaan amandemen AD/ART.
Hari-hari berlalu, saya masih ingat sekali, saat itu bulan januari 2012. Roadshow BBU sedang berjalan dan nilai-nilai di ol.akademik mulai sedikit demi sedikit muncul. Saya sadar bahwa IP akan turun tapi semangat dan strategi tetap harus berjalan. Akhirnya saya memutuskan untuk mengurangi jumlah SKS pada semester berikutnya. Strategi ini rupanya tidak menjamin bahwa nilai-nilai di semester berikutnya akan membaik. Namun setidaknya strategi ini membantu saya untuk membagi fokus ke banyak hal. Mulai dari kuliah, aktivitas eksternal UBALA seperti kunjungan ke unit lain, perkumpulan mahasiswa lampung di kampus lain, kunjungan ke badan perwakilan lampung di Jakarta, rapat-rapat amandemen AD/ART, rapat-rapat LG, dan kegiatan lainnya.
Tentu tidak semua berjalan mulus. Saat rapat, kadang peserta yang datang tidak sesuai harapan dan tidak sedikit yang terlambat, kadang tidak ada ide dan solusi ditemukan, kadang hanya hambatan dan pesimisme yang muncul. Namun di balik semua itu,
"yang paling penting adalah menjaga pikiran positif dan menjaga agar semangat selalu menyala."
Juga yang tak kalah pentingnya, di balik kepanitiaan dan organisasi hampir selalu ada perasaan tersakiti, terpinggirkan, dan kurang diperhatikan. Hal ini juga tentu harus diperhatikan oleh semua pihak, terutama oleh pihak-pihak yang paling bertanggung jawab dalam kepanitiaan dan organisasi. Kepanitiaan dan organisasi dapat menguras emosi. Namun alangkah baiknya jika para petinggi mau turun lebih jauh dan mau mengalah secara ego dan emosi.
"Setiap akhir yang manis tentu memiliki cerita pedih, dan tiap perjuangan keras akan membuahkan hasil manis."
Saya pribadi merasa beruntung, semasa kepengurusan saya sebagai kiyai Ubala ITB, saya dikelilingi orang hebat yang solutif dan pekerja keras seperti Ridho Qurbany, Raditya Ramadhani, Imad, Zaidi, dan junior-junior yang penuh dedikasi dan semangat. Saat saya mengingat hari-hari saya di Ubala ITB, saya selalu teringat akan kenangan manis yang tidak terlupakan. Pengalaman saya ada di sana telah membentuk saya yang sekarang.
"Saya tidak pernah menyesal telah mengambil lembar pendaftaran calon kiyai Ubala pada pertengahan tahun 2011. Saya telah melangkah jauh dalam meng-upgrade diri saya, baik dalam hal kepekaan sosial, decision-making, public speaking, pemanfaatan waktu, pemaparan ide, elaborasi, perencanan, dan eksekusi dari sebuah ide, dan masih banyak kapasitas diri lainnya."
Saya berpesan kepada teman-teman yang masih aktif di dalam Ubala ITB agar tidak takut dalam mengambil tanggung jawab dalam kepengurusan maupun kepanitiaan di Ubala ITB. Jangan takut menjadi kiyai ataupun menjadi ketua kepanitiaan. Tantangan pasti akan datang, namun dengan dukungan teman-teman di samping kalian, semua tantangan tersebut akan bermetamorfosis menjadi pelajaran tak terlupakan dan kalian akan belajar banyak di dalamnya. Ingatlah bahwa kuliah bukan hanya melulu soal IPK. Juga ingat bahwa ITB adalah salah satu kampus terbaik bangsa, dan menjadi ketua organisasi yang beranggotakan mahasiswa terbaik bangsa tentu merupakan pengalaman yang tak ternilai harganya.
Saya yakin ke depannya Ubala ITB dapat terus maju dan berkembang dalam melestarikan dan mempromosikan budaya Lampung. Oh iya, mohon doakan agar cita-cita saya untuk menjadi pembina Ubala ITB tercapai, ya!
Salam hangat,
Kevin Marojahan
Kiyai Ubala 2011-2012
kevinmarojahan@gmail.com