Ber-Ubala yang seperti bala-bala
Diterima menjadi mahasiswa di ITB tentunya memberikan banyak culture shock tidak hanya secara akademik, tetapi juga non-akademik. Salah satu contohnya bahkan langsung dapat dijumpai saat pertama kali menginjakkan kaki di pesta kaderisasi terbesar di ITB, yaitu OSKM, yang saat itu bernama INTEGRASI ITB 2016. Sebagai bocah lulusan SMA dari daerah, saya cukup kaget karena waktu hari pertama saja langsung dikelilingi kakak-kakak berkostum kontras sejak di pintu luar Sabuga. Mereka terlihat kayak bawang merah dan bawang putih. Kakak-kakak yang berbaju merah alias keamanan suka meneriaki sambil memasang muka sangar sedang yang berbaju biru muda alias medik menyemangati dengan sepenuh hati (kelihatannya) dalam jalannya mobilisasi kami para mahasiswa baru (maba). Hal yang cukup asing bagi saya yang mengira bahwa kaderisasi lebih banyak berada di sisi seremonial. Selain itu, ada pula โtradisiโ yang saat itu terasa aneh seperti tutup mata tundukkan kepala, juga kalimat-kalimat yang selalu tengiang karena terlampau sering diteriakkan kepada maba seperti โTempel depannya!โ atau โHati-hati ada lubang!โ. Entahlah, mungkin hanya bagian dari kaderisasi, pikir saya waktu itu. Untungnya saya masih normal, terbukti dengan munculnya banyak meme-meme lucu beserta shitpost berisikan keluh kesah para maba terhadap jalannya INTEGRASI. Long story short, rupanya kesan culture shock bawang merah bawang putih dan kawan-kawannya di INTEGRASI tersebut hanya permulaan, selanjutnya hal yang serupa tapi tak sama juga dijumpai dalam proses kaderisasi Ubala ITB. Ketemu lagi dengan tutup mata tundukkan kepala, spek, nametag, dll. Tetapi untungnya bagi kami maba-maba polos nan lucu, segala kaderisasi itu benar-benar menyenangkan dan jadi salah satu momen untuk lebih mengenal dan dekat satu sama lain baik di dalam angkatan sendiri maupun kepada adin yunda Ubala ITB.
Sebagaimana dengan anggota Ubala lainnya, saya sendiri selama ber-Ubala ria menemukan banyak sekali hal yang berkesan. Pertama, saat โdikorbankanโ oleh angkatan sendiri untuk menjadi ketua pagelaran ca-ubala (calon Ubala) ITB 2016. Canda, makasih angkatanku telah memberikan kesempatan untuk jadi ketua, hehe. Meskipun di awal bingung banget sebagai ketua harus ngapain aja tapi pada akhirnya jadi pelajaran yang baik untuk menjadi seorang leader acara kecil-kecilan dari mulai ngonsep acara hingga eksekusinya. Acaranya seru banget, seluruh brief dari panitia kader berhasil dibungkus secara apik, dan menurut saya (dan teman-teman saya juga tentunya) menjadi pagelaran terbaik yang pernah dibuat sama ca-ubala (anjay). Pagelaran juga menjadi satu kepanitiaan yang paling berkesan karena pertama kali dapet label jadi seorang ketua. Lalu pengalaman kedua, saya pernah terpilih jadi ketua BBU (Bulan Bakti Ubala) edisi empat belas. BBU ini menarik karena acara yang konsepnya sangat sesuai dengan kapasitas kita sebagai mahasiswa dan juga orang yang masih cupu tapi care dengan pendidikan tingkat lanjut untuk anak-anak SMA di Lampung. Lagi-lagi terlalu panjang kalo saya ceritakan secara detail tentang jalannya BBU, tapi buat siapapun anggota Ubala yang baca ini, saya titip untuk membentuk wajah baru BBU yang lebih relevan dengan keadaan sekarang ya! Terakhir, pengalaman yang tentunya sangat tidak terlupakan adalah hampir tampil sebagai penari antagonis (jadi pasukan iblis ceritanya) di LG (Lampung Gham) IV Ubala ITB, acara besar yang diadakan dua tahun sekali. Kenapa hampir? Tentu saja karena kegiatan tersebut terbentur dengan adanya pandemi. Sayang berjuta-juta kali sayang karena itulah satu-satunya kesempatan saya untuk menari Lampung, hiks. Pada akhirnya, harus diakui, ada banyak proses ber-Ubala yang kemudian membawa saya berprestasi di kegiatan lainnya. Dari mulai hal yang paling simple kayak belajar etika berforum, membuat alur berpikir, hingga kegiatan budaya Lampung yang sudah jarang anak muda dilakukan. Di luar kegiatan Ubala, juga banyak sekali kegiatan dan nongkrong lucu yang berkesan nan bisa dikenang hingga sekarang. Saya senang menjadi bagian dari Ubala dan tidak pernah menyesal sempat merasakan kegiatan ber-Ubala yang seperti bala-bala. Thanks for all the memories, Ubala!
Sebagai penutup, jika Ubala adalah bala-bala, maka mungkin saja main cetik adalah wortel, nyekre adalah buncis, tari sigeh pengunten adalah cabe rawit, dan kekeluargaan adalah tepung yang merekatkannya. Oleh karena itu, ber-Ubala-lah sesuai dengan komposisi dan porsi bala-bala yang kamu inginkan dan kamu definisikan sendiri. Sehinga apapun yang kamu makan tidak hanya mengenyangkan tetapi juga membuat hati senang. Bisa jadi, dalam proses berkemahasiswaan kamu menemukan tahu isi saat belajar di kelas atau mungkin seblak di kepanitiaan terpusat. Percayalah, Ubala akan jadi salah satu kepingan yang super worth it untuk menjadi salah satu dari bagian utuh seluruh puzzle-mu. Cheers!